RSS

Naik Kereta Api (yang Bukan Hanya) Tut-Tut-Tut

Setelah pada tahun-tahun sebelumnya lebih sering mudik memakai pesawat, berhubung tahun ini saya dan istri tidak menemukan chemistry antara dompet kami dan harga tiket pesawat, kami memutuskan untuk pergi dan pulang ke Malang naik kereta api (Malabar). Perjalanannya cukup menyenangkan dan mengembalikan nostalgia kami yang sudah lama tidak naik kereta. PT KAI sudah sangat berbenah untuk kenyamanan para penumpang misalkan penjualan tiket yang memakai banyak channel, down situs yang berkurang saat berebut tiket mudik, atau tiket berubah menjadi boarding pass yang di cetak memakai thermal printer yang membuat proses mencetak menjadi lebih cepat.

Boarding Pass Baru (butuh jaket baru)

Tapi, ada beberapa perubahan yang saya rasa kurang sreg kali ini. Beberapa hal diantaranya akan saya kupas dalam tulisan ini:

1. Makanan Siap Saji

Salah satu trademark dari perjalanan dengan kereta api adalah nasi goreng reska. Dulu saya sering dengar orang yang bilang tidak lengkap jika naik kereta tanpa memesan nasi goreng. Bahkan ada orang yang sengaja naik kereta Bandung-Jakarta hanya untuk memakan nasi gorengnya. Tapi kini semua makanan berubah menjadi makanan siap saji yang dihangatkan dengan Microwave yang biasa kita temukan di 7eleven atau Lawson. Rasanya lumayan. Tapi, tetap saja saya rindu nasi goreng reska yang dulu.

Makanannya tahan 4 bulan 😮

2. Lisensi Film yang Terbatas

Kalau di tahun-tahun sebelumnya saya bisa menonton beragam film di televisi yang dipasang di bagian depan gerbong, Kali ini film yang diputar hanya satu film dan selalu diulang-ulang. Dan sialnya film yang diputar adalah “The Adventures of Tintin: The Secret of the Unicorn” yang sudah saya tonton di bioskop tahun 2011. Kalau dihitung-hitung, bisa jadi sampai 5 kali film tersebut diputar sepanjang perjalanan Bandung-Malang. Dan sedihnya, saat pulang pun film yang diputar sama. Jadi, kalau saya tidak tidur dan terpaksa menonton film tersebut sepanjang perjalanan pulang-pergi, saya akan menonton 10 kali film tersebut (bisa-bisa saya hafal Tintin ngomong apa aja sepanjang film :p ). Meskipun pada akhirnya hanya sekitar 4 kali yang terpaksa saya nonton karena tidak ada kerjaan. Suaranya pun hanya sayup-sayup terdengar sehingga kita harus membaca subtitle agar kita mengerti jalannya film.

Film Tintin (Abaikan Karung Beras Bulog 😛 )

3. Pengumuman di Tiap Stasiun

Dan, yang paling saya benci adalah sekarang di tiap stasiun speaker gerbong akan berbunyi dan memberi tahu kereta berhenti di stasiun apa. Dalam 15 jam perjalanan, speaker akan berbunyi tiap 10 menit sebelum sampai stasiun dan saat tiba di stasiun. Bahasanya pun dua: bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Mungkin pengumuman ini penting bagi yang akan turun. Tapi, bagi saya yang akan turun di stasiun akhir yang masih jauh, pengumuman ini hanya membuat saya terbangun tiap jam. Tahun-tahun sebelumnya, kondektur akan membangungkan orang satu per satu sesuai dengan tujuan yang telah dicatat sebelumnya. Meskipun rawan ada yang terlewat, menurut saya hal ini lebih efektif daripada memberitahu ke seluruh orang tentang posisi kereta. Efeknya, karena kurang tidur, ketika sampai di tempat tujuan bisanya kita akan lelah dan harus istirahat seharian. Saya rindu hanya mendengar tut-tut-tut tanpa pengumuman sepanjang perjalanan.

#mudik2016 #mumpung-masih-dekat-idul-fitri #padahal-besok-idul-adha

 
Leave a comment

Posted by on September 11, 2016 in Bebas, Curhat, Pengalaman Pribadi, Sharing Pengalaman

 

Tags: , ,

Bocor… Bocor….

Sore tadi saya mengalami salah satu musibah yang paling dibenci pengendara motor: ban bocor. Ditambah harus ganti ban dalam. Ditambah harga ban dalamnya di mark up. Ditambah sedang tidak bawa uang. Untungnya saya sedang mengantar teman, jadi bisa pinjam uang. Lima puluh ribu pun meluncur dari saku teman saya ke saku tukang tambal ban.

Jarak Tidak Menjadi Alasan
Dulu, sewaktu tinggal di daerah Kebon Jeruk, Jakarta Barat, saya pun beberapa kali mengalami ban bocor. Kalau dulu saya bisa menganggap peluang ban bocor cukup besar karena sehari bisa mengendarai motor sejauh 60 km per hari bolak-balik rumah kantor, kali ini harusnya peluangnya kecil karena saya hanya mengendarai motor 1 km per hari bolak balik tempat kos ke kantor. Tapi kalau sudah nasibnya ban bocor, ya sudah, mau bagaimana lagi. Takdir Allah tidak bisa dilangkahi. Jadi ingat perkataan polwan di acara 86 di net tv yang memarahi pengendara motor yang tidak pakai helm dengan alasan hanya naik motor jarak dekat: “Kadang saya merasa sedih” “Memang jarak dekat kalau jatuh tidak benjol?”

Pertama Kali Dibonceng Dan Langsung Mengalami Bocor
Jadi barusan saya sedang membonceng Mas Yudho dan dia baru pertama kalinya dibonceng saya. Agak tidak enak karena awalnya ingin cepat, akhirnya dia harus menunggu tambal ban (+harus minjemim uang. Haha). Sebenarnya barusan adalah kedua kalinya ban bocor saat ada teman yang pertama kalinya dibonceng. Dulu waktu kuliah juga pernah ada teman yang mengalami nasib serupa. Akhirnya dia harus naik angkot/ojek untuk pulang. Waktu itu saking panik, gugup, dan tidak enaknya saya, saya sampai menjatuhkan motor sewaktu memarkirkan motor di pinggir jalan. Untung saat itu di dago sepi, jadi tidak ada yang tertawa karena melihat orang yang memarkirkan motor tanpa standar.

Berat tidak menjadi alasan
Sabtu minggu lalu, salah satu teman saya, Anto, menikah. Dia menikah di SESKOAD Gatot Subroto Bandung. Salah satu teman, Mirza, mengingatkan saya bahwa saya pernah berbarengan dengan dia ke undangan kakak kelas beberapa tahun lalu di tempat yang sama. Saya jadi teringat pengalaman lucu saat membonceng Mirza waktu itu. Mirza memiliki badan yang diatas rata2 saat itu. Saya sendiri ‘sedikit’ di atas rata2. Dan, di setiap lampu merah, pengendara lain memberi tahu bahwa ban kempes. Awalnya saya cuek, tapi setelah beberapa perempatan, semakin banyak yang memberitahu saya. Setelah saya cek, ternyata ban normal. Mungkin ban terlihat kempes karena beratnya dua orang yang naik sepeda motor tersebut. Haha.

Bocor di Sudirman
Banyak yang bilang Jalan Sudirman-Thamrin merupakan jantungnya bisnis Indonesia. Tapi apa jadinya jika ban bocor di jalan tersebut? Saya pernah mengalaminya. Ban bocor di sudirman membuat kebingungan yang luar biasa. Bagaimama mungkin ada tukang tambal ban yang mangkal di depan gedung2 pencakar langit? Untungnya, setelah maju beberapa meter, ada tukang tambal ban yang mangkal di salah satu halte bus. Alat tambalnya pun hanya sederhana, pompa ban sepeda. Mungkin itu salah satu taktiknya agar tidak digusur Satpol PP. Tapi untunglah ada dia. Jika tidak mungkin saya akan meminta patung selamat datang untuk menambal ban saya saking putus asanya.

Sedia Payung Sebelum Hujan
Di Jakarta tampaknya kita harus siap sedia ban dalam cadangan jika tidak mau dipaksa membelu dengan harga mahal di tukang tambal ban. Harga ban dalam yang berkisar 20 ribu dapat di mark up menjadi lebih dari 40 ribu di tukang tambal ban. Selain itu sering kali susah sekali menawar harganya. Kalau di Bandung, tinggal memakai bahasa Sunda sedikit kita bisa menawar. Di Jakarta, apabila menawar dengan bahasa Sunda, bukannya mendapat harga murah, terkadang kita harus lari karena dikira pendukung Persib.

Polwan Yang Menjadi Tukang Tambal Ban
Berbarengan dengan saya menulis tulisan ini, acara 86 di Net menayangkan liputan tentang Bripda Eka Yuli dari Salatiga yang menyambi menjadi tukang tambal ban. Berikut ini fotonya.
image

Beliau menyambi karena selain membantu ekonomi keluarga, usaha tambal ban tersebut mengingatkan dia pada perjuangan ayah-ibunya yang membiayai pendidikannya hingga diterima menjadi polisi. Salut untuk Bripda Eka Yuli. Semoga bisa membantu pengendara motor yang kesulitan karena “Bocor… Bocor….”

 
Leave a comment

Posted by on March 9, 2015 in Uncategorized

 

Second Chance

Akhirnya ada niatan untuk menulis blog kembali. Rasanya baru kemarin di kamar kost Pontianak saya bersemangat menulis tentang Perahu Kertas. Tidak terasa sudah sekitar 2,5 tahun berlalu. Sekarang, kalau saja saya tidak ‘teronggok’ di kamar kost karena sakit atau tidak sedang menjalani Long Distance Relationship (LDR) dengan istri, mungkin blog ini tidak terupdate kembali.

Banyak hal yang terjadi selama 2,5 tahun terakhir. Tiga poin saya highlight di tulisan ini:

1. Menikah

6 Januari 2013 akhirnya saya mempersunting istri saya, Restya Winda Astari, di Malang. Tentang pernikahan ini tampaknya saya akan menulis blog tersendiri untuk mengenang momen-momen tersebut.

2. Pindah kerja dan pindah kota

Secara mendadak pada bulan Oktober saya ditawari pindah kerja ke perusahaan saya saat ini. Sekarang saya bekerja di pelabuhan Tanjung Priok di Indonesia Port Corporation. Otomatis saya pindah tempat tinggal ke Jakarta. Saya mulai pindah tanggal 1 Januari 2013. Kebayang kan bagaimana rasanya menikah, pindah kerja, dan pindah kota secara bersamaan? Yang awalnya sudah nyaman dengan lingkungan kantor, harus kembali menyesuaikan diri. Yang biasanya tinggal di kota yang dingin dan nyaman, pindah ke kota yang macet dan panas. Bahkan, untuk urusan kasur pun berubah: yang biasanya kasur dikuasai sendiri, sekarang ada orang lain!

3. Pindah tempat tinggal

Selama di Jakarta saya sudah pindah tempat tingal 4 kali. Awal pindah ke Jakarta saya kost di daerah Tanjung Priok. Istri saya belum bisa ikut pindah karena urusan pekerjaan. Akhirnya selamat 3 bulan awal kami menjalani LDR. Setelah istri saya bisa ke Jakarta, kami menyewa sebuah apartemen di kawasan Otista-MT Haryono, Jakarta Timur. 9 bulan kemudian kami pindah ke apartemen di kawasan Pos Pengumben, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Hingga akhirnya, Restya diterima menjadi calon dosen di ITB. Oleh karena itu kami menjalani LDR lagi pada September 2014. Akhirnya, saya memutuskan kembali ke kosan awal saya di Tanjung Priok sejak Desember 2014 hingga saat ini diiringi lagu LDR-nya Raisa.

Selain itu, sebenarnya ada beberapa highlights lagi yang penting di 2,5 tahun ini:

  1. Saya dan Restya mulai ketagihan tayangan TV kabel/satelit sejak tinggal di apartemen seperti How I Met Your Mother, Mistresses, Devious Maid, Master Chef, Asia Next Top Model, dll.
  2. Tamatnya How I Met Your Mother. Sampai sekarang tampaknya belum ada yang bisa menggantikan
  3. Pergi ke luar negeri untuk pertama kali. Tahun 2013 kemarin saya mendapat tugas dinas ke Korea.
  4. Operasi Restya. Selengkapnya bisa dibaca di sini.
  5. Tidak ikut memilih pemilu legislatif karena malas bolak-balik ke Bandung (padahal udah niat milih P*S) dan ikut memiilih Jokowi di pemilu presiden.
  6. NOAH meluncurkan album baru, Second Chance. Dan, saya memberi judul tulisan ini Second Chance dengan harapan ada kesempatan kedua untuk kembali rajin menulis….
 
2 Comments

Posted by on March 5, 2015 in Uncategorized

 

Meracau Tentang Perahu Kertas

Halo! Hari ini secara resmi saya menggenapkan membaca buku Perahu Kertas setelah membaca secara maraton bebebera hari ini. Beberapa minggu yang lalu juga sempat menonton filmnya di bioskop. Jadi niat untuk nulis blog tentang komentar terhadap buku dan filmnya. Tapi karena komentarnya acak, jadi supaya enak saya buat poin-poin aja,ya…

1. Meskipun novel “Perahu Kertas” sudah ada di rak best seller sejak beberapa tahun yang lalu, saya selama ini tidak memiliki niat untuk membacanya. Pengetahuan tentang Dee pun tidak terlalu banyak. Yang saya tahu waktu itu adalah Dee adalah Dewi Lestari, mantan istri Marcell, terkenal dengan Supernova, dan pernah membuat kontroversi tentang novelnya dengan suatu agama tertentu. Munculnya Malinda Dee, terpidana kasus Citibank yang membuat geger setahun yang lalu, juga membuat informasi saya tentang Dee juga jadi bercabang ke arah yang tidak jelas. Pokoknya, kalau mendengar kata Dee jadi ingat suatu scene acara 8-11 Metro TV saat Malinda Dee pertama kali ditangkap. Di acara tersebut, Tomi Tjokro dan Prabu Revolusi tidak sanggup menahan tawa saat membacakan beritanya sampai-sampai diambil alih Marissa (tau lah, ya, alasannya…).

Poster Perahu Kertas

Perahu Kertas (Sumber: wikipedia)

2. Ketika rilis filmnya, saya tidak tertarik untuk menonton filmnya. Tapi pembicaraan di mushola kantor dengan salah satu direktur membuat saya jadi berniat untuk menonton film tersebut. Direktur tersebut menyebut film itu bagus dari segi penokohan dan cerita. Saya mulai tertarik karena setahu saya film tersebut untuk generasi muda. Sangat jarang sebuah film dengan tema cinta generasi muda disukai oleh orang yang berbeda generasi (saya ga bilang tua,ya, Pak Lulu. Cuma beda generasi. Hehe). Setahu saya cuma biskuit Roma yang dari generasi ke generasi *bukan blog berbayar*.

3. Yang menarik dari film pertama adalah penokohan seorang Kugy. Kugy menjelma sebagai sosok yang unik dan menarik. Bagi saya, alur filmnya berbeda dari umumnya karena di film tersebut Kugy tampak menjadi orang yang mencintai beberapa orang sekaligus. Sangat jarang di suatu film seorang wanita diceritakan jatuh cinta kepada beberapa orang di suatu waktu yang sama. Sosok Kugy yang terpaksa kabur dari Noni dan Keenan juga jadi alur yang menarik. Dan yang paling membuat gemas adalah ketika kita harus menerima kenyataan kalau film selesai dan berlanjut ke part II.

4. Satu orang yang cukup mencuri perhatian di film tersebut adalah Maudy Ayunda yang berperan sebagai Kugy. Di awal film, saya sedikit anti dengan orang ini karena di suatu wawancara berita orang ini berbicara tidak natural dan kebule-bulean (seperti Cinta Laura). Tapi, image ini menghilang setelah 30 menit menonton film ini. Maudy berhasil memunculkan karakter unik dan menyihir penonton. Sempat kaget juga ketika tahu ternyata dia juga berperan di film Sang Pemimpi serta Rumah Tanpa Jendela dan saya tidak mengingatnya. Beberapa hari yang lalu, berkat @poedja_p@obiisme, dan @r_prana_a ketidaksukaan saya terhadap wawancara Maudy Ayunda itu menghilang ketika tahu kalau dia sekolah di British International School.

Maudy Ayunda

Maudy Ayunda (Sumber: pikiran rakyat online)

5. Film kedua rilis hanya beberapa bulan setelah film pertama rilis. Agak kaget juga karena awalnya saya pikir film ini akan seperti Harry Potter 7 yang jarak antara Part I dan Part II sekitar 1 tahun. Gosipnya, sebenarnya filmnya sudah jadi sejak part I diputar. Tapi karena kepanjangan dan tidak mau dipotong, jadi dijadikan 2 bagian. Saya sendiri menonton film ini saat hari pertama rilis di Blitzmegaplex PVJ. Membeli tiket 2 jam sebelum diputar ternyata bukan jaminan dapat tempat duduk di tengah. Saya harus duduk agak ke pinggir karena ternyata pada saat itu satu teater Blitzmegaplex PVJ penuh. Menonton film kedua ini benar-benar membuat saya terbawa alur film. Di film ini terkadang kita terbawa emosi untuk sebal terhadap keadaan serta sikap Kugy, Keenan, Luhde, dan Remi.

6. Saya tidak suka ending dari cerita Perahu Kertas ini. Lebih prefer tokoh A-tokoh D dan tokoh B-tokoh C.

7. Reza Rahadian ini super sekali. Bintangnya film Indonesia saat ini.

8. Atas saran @poedja_p, @obiisme, dan @r_prana_a, saya memutuskan untuk membeli buku perahu kertas karena mereka bilang cukup worth it untuk membaca buku meskipun telah menonton filmnya. Benar saja, di buku cukup detail diceritakan tentang ketidakcocokan antara Kugy dan Ojos. Selain itu, tokoh Keenan menjadi sangat hidup dan memang terasa sebagai tokoh utama. Tidak seperti di film yang serasa menjadi pemeran pendamping pemeran utama. Beberapa hal di film menjadi logis dan beralasan setelah membaca buku ini. Film pun membantu penokohan tokoh-tokohnya saat membaca novel. Mirip dengan kondisi saat menonton dan membaca Hunger Games. Saya sendiri merasa beruntung menonton film dulu sebelum membaca bukunya karena jadi merasa efek film dan bukunya sama-sama “Wow” (sambil koprol).

9. Dua bagian yang saya kutip dari buku ini karena menarik: ungkapan “Hari giniii… janur kuning udah ga ngaruh! Sebelum BENDERA KUNING berdiri, kompetisi tetap terbuka” dan “Pernah nggak kamu kepikir, saking merasa bersalahnya Kugy sama kamu, dia jadi kayak kijang itu. Dia malah nggak bisa ngapa-ngapain. Dia jadi kaku, diam, dan menutup diri, bukan karena dia yang kepingin . Tapi itu refleks yang nggak bisa dia lawan, saking merasa salah sama kamu. Dia jadi takut ngedeketin kamu.”

10. Ternyata Dee sangat berbakat,ya.. Selain penulis dan pencipta lagu, dia juga ternyata penyanyi yang sudah ngetop sejak dulu. Dulu ada grup vokal terkenal yang namanya Rida-Sita-Dewi (RSD). Itu Dewi yang sama,loh… Pantes pas nyanyi di video saat launching buku Perahu Kertas suaranya bagus.

Overall, saya suka buku dan filmnya. Buat yang suka cerita cinta dan romantis, buku dan film ini bisa menjadi pilihan yang menarik.

Dulu, saya iri kepada Thailand yang sanggup membuat film percintaan yang bagus seperti Crazy Little Thing Called Love, Suck Seed, dan ATM. Saya selalu bertanya-tanya kapan Indonesia bisa membuat film dengan cerita sebagus film-film tersebut. Sejak menonton film Perahu Kertas, pertanyaan saya terjawab. Sekarang, film Indonesia saya anggap sudah bisa menyaingi film-film Thailand. Terima kasih Tong Fang!

 
1 Comment

Posted by on October 27, 2012 in Buku, Film

 

Tags: ,

Wartegg

Minggu lalu saya mengikuti psikotes. Seperti psikotes seperti biasanya, ada yang namanya Wartegg Test. Wartegg Test adalah tes dimana kita diminta untuk menggambar 8 buah gambar di kotak yang disediakan. Contoh gambarnya seperti di bawah ini:

20121022-215302.jpg

Udah beberapa kali saya ikut psikotes yang sama. Seperti tes-tes sebelumnya, saya menggambar pertama kali di bagian gambar yang menyediakan potongan kotak untuk menggambar SpongeBob. Kotak seterusnya biasanya gambar Gary, Doraemon, dll. Gegara hal tersebut, jadi kepikiran: akuratkah hasil psikotes gambar saya? Dulu sih ngegambar Spongebob dsb-nya gegara spontan. Tapi kalau sekarang, karena masih hafal, rasanya spontanitas itu hilang. Gambar pohon dan orang di tes setelahnya juga. Padahal dari tes-tes tersebut, seorang psikolog bisa menentukan kepribadian seseorang.

Pernah ketemu dengan psikolog di kantor setelah psikotes. Dari gambar yang saya gambar, sang psikolog bisa bilang: “Aduh.. kasian sekali kamu.. Kamu kreatif tapi terlalu berkacamata kuda… Kamu orangnya bla-bla-bla…”.
Ketika mendengar perkataan tersebut, pikiran saya tertuju pada dua hal:
1. “Gila! Kacamata dari optik Seis ini dibilang kacamata kuda. Saatnya mencoba Lily Kasoem atau Melawai”
2. “Ebuset! Kok bisa tau kepribadian orang dari gambar,ya?”
Karena beberapa hal yang dibilang psikolog itu benar adanya, saya berkesimpulan bahwa dari gambar memang bisa ditemukan kepribadian kita. Gimana caranya? Apa kalau spontanitasnya hilang hasilnya masih valid? Entahlah… Biarlah hal itu menjadi rahasia antara angin, embun, hujan, dan para psikolog layaknya rahasia antara php, Java, dan para programmer (super sekali, Pak Mario).

Ngomong-ngomong soal percakapan dengan psikolog saat itu, sekilas saya merasa seperti diramal. Untungnya sang psikolog ga bilang: “Malam nanti Pangeran Kegelapan akan datang dibantu abdi setianya. Kegelapan akan datang kembali dan kejahatan akan merajalela…”. Coba kalau sang psikolog bilang begitu, mungkin saya akan teriak: “Expelliarmus!!!”

 
1 Comment

Posted by on October 22, 2012 in Bebas, Pengalaman Pribadi

 

Tags: ,